Indonesia saat ini menghadapi fenomena yang cukup serius: penurunan angka kelahiran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) Indonesia pada 2023 berada di angka 2,14 — menurun dari 2,28 pada tahun 2020. Bahkan, beberapa provinsi mencatat angka di bawah angka pengganti ideal (replacement level) sebesar 2,1 anak per wanita.
Jika tren ini terus berlanjut, dalam beberapa dekade ke depan Indonesia bisa menghadapi bonus demografi terbalik, di mana jumlah lansia lebih banyak daripada usia produktif. Ini akan berdampak besar pada perekonomian dan sistem jaminan sosial.
Lalu, bagaimana Islam memandang isu ini? Apakah memiliki anak banyak adalah bagian dari ajaran agama?
Islam Memandang Keturunan Sebagai Karunia
Dalam Islam, memiliki keturunan merupakan karunia dan anugerah besar dari Allah, bukan beban. Al-Qur’an menyebutkan:
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu…”
(QS. An-Nahl: 72)
Selain itu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Menikahlah dengan wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.”
(HR. Abu Dawud)
Artinya, Islam mendorong umatnya untuk memiliki keturunan—bukan hanya dalam jumlah, tetapi juga dalam kualitas keimanan dan akhlaknya.
Tren Sosial yang Memengaruhi Keputusan Punya Anak
Menurut survei BKKBN dan Lembaga Demografi FEB UI, banyak pasangan muda yang menunda bahkan menghindari memiliki anak karena:
-
Kecemasan ekonomi (biaya sekolah, rumah, kesehatan)
-
Fokus pada karier
-
Kualitas hidup pribadi
-
Trauma masa kecil
-
Kurangnya kesiapan mental menjadi orang tua
Fenomena ini juga didukung gaya hidup urban yang makin individualis. Namun Islam mengajarkan bahwa anak adalah amanah, bukan hanya beban finansial. Allah menyebut anak sebagai “zinatul hayah” (perhiasan hidup):
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…”
(QS. Al-Kahfi: 46)
Islam Mendorong Keseimbangan: Kualitas dan Kuantitas
Islam tidak memaksa umatnya untuk memiliki banyak anak tanpa mempertimbangkan kemampuan. Justru, menyediakan pendidikan, kasih sayang, dan perlindungan hak-hak anak adalah bagian dari tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya…”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, bukan soal jumlah semata, tetapi tanggung jawab dan kesiapan dalam mendidik anak menjadi insan beriman dan berakhlak mulia.
Perspektif Islam dalam Menyikapi Krisis Demografi
Fenomena penurunan angka kelahiran bisa menjadi cermin perubahan zaman dan gaya hidup. Islam tidak menolak kemajuan, tapi tetap menjaga nilai-nilai dasar: keluarga sebagai pilar utama peradaban. Menolak anak karena takut miskin atau tak ingin repot bukanlah sikap yang diajarkan Islam. Justru, dengan anak yang shalih, seseorang bisa mendapatkan pahala jariyah yang terus mengalir bahkan setelah meninggal dunia.