Bercanda Boleh Asal jangan Kelewatan, Begini Adab Rasulullah saat Bercanda

Bercanda merupakan salah satu cara manusia untuk mencairkan suasana, mempererat hubungan, dan menciptakan momen kebahagiaan. Namun, dalam Islam, segala sesuatu ada aturannya, termasuk dalam hal bercanda. Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang penuh kasih sayang dan humor, namun beliau selalu menjaga adab dan batasan ketika bercanda.

Namun, apakah semua candaan dapat diterima? Di dalam Islam, bercanda memiliki adab yang perlu dijaga, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau adalah pribadi yang humoris, namun tetap menjaga kehormatan dan kesopanan dalam candaannya.

Adab Bercanda sesuai Teladan Rasulullah SAW

Bagaimana sebaiknya kita meneladani cara Rasulullah SAW dalam bercanda? Mari kita bahas lebih lanjut berikut ini.

1. Tidak Membawa Nama Allah SWT

Saat bercanda, sebaiknya kita tidak menyebut atau melibatkan nama Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 65-66 yang berbunyi:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Arab-Latin: wa la`in sa`altahum layaqụlunna innamā kunnā nakhụḍu wa nal’ab, qul a billāhi wa āyātihī wa rasụlihī kuntum tastahzi`ụn

Artinya: Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

2. Tidak Berbohong

Bohong merupakan perilaku yang tercela. Rasulullah SAW pernah mengingatkan kita untuk menghindari kebohongan, bahkan ketika sedang bercanda.
Hadis riwayat Abu Dawud menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Celakalah orang yang berkata-kata dan menyusun cerita dusta untuk membuat orang lain tertawa. Celaka baginya, celaka baginya.”

3. Tidak Mencela Satu Sama Lain

Dalam bercanda, hendaknya tidak ada saling mencela, karena hal ini bisa menyebabkan perasaan lawan bicara terluka.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat Ayat 11:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaskhar qaumum ming qaumin ‘asā ay yakụnụ khairam min-hum wa lā nisā`um min nisā`in ‘asā ay yakunna khairam min-hunn, wa lā talmizū anfusakum wa lā tanābazụ bil-alqāb, bi`sa lismul-fusụqu ba’dal-īmān, wa mal lam yatub fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

4. Tidak Berlebihan dalam Bercanda

Islam memperbolehkan umatnya untuk tertawa, namun hal tersebut harus tetap dalam batas yang wajar dan tidak berlebihan.

Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah terlalu sering tertawa, karena sering tertawa dapat membuat hati menjadi mati.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no 3400).

Dalam riwayat lainnya, Aisyah RA menyatakan, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah tertawa terbahak-bahak hingga tampak lidahnya, beliau hanya tersenyum.”

5. Tidak Menyakiti Perasaan Orang Lain

Terkadang, ada beberapa orang suka membuat candaan tentang penampilan fisik seseorang. Nabi Muhammad SAW mengingatkan agar kita tidak menghina atau mengejek kondisi fisik seseorang, karena Allah dapat memberikan rahmat kepada orang yang kita hina dan bisa jadi menguji kita dengan hal yang sama.

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُجَالِدٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ ح قَالَ و أَخْبَرَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ الْقَاسِمِ الْحَذَّاءُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ بُرْدِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُظْهِرْ الشَّمَاتَةَ لِأَخِيكَ فَيَرْحَمَهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Isma’il bin Mujalid Al Hamdani, dari Mukhul dari Watsilah bin Al Asqa’ berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu merasa senang atas bencana yang menimpa saudaramu, karena siapa tahu Allah kemudian hari memberinya rahmat dan sebaliknya mengujimu.” (HR Tirmidzi)

Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak suka mengejek atau mengolok-olok ketika seseorang mengalami musibah, kekurangan fisik, atau memiliki cacat.