Kisah Khalid bin Walid, Sahabat Nabi Yang Dijuluki Pedang Allah yang Terhunus

Siapa yang tidak tahu Khalid bin Walid? Sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini merupakan seorang pejuang sekaligus panglima perang Islam yang tersohor pada masanya. Khalid bin Walid, yang dijuluki “Pedang Allah yang Terhunus,” adalah sosok legendaris dalam sejarah Islam. Lahir dari keluarga terpandang suku Quraisy, ia dikenal sebagai panglima perang ulung yang sempat memimpin pasukan kafir Quraisy dalam beberapa pertempuran besar, seperti Perang Uhud dan Khandaq. Namun, pertemuannya dengan Islam mengubah arah hidupnya secara drastis.​

Kisah Khalid bin Walid
Jadi, kisah Khalid bin Walid ini awalnya bukan seorang muslim. Bahkan, dia termasuk yang melawan Nabi Muhammad SAW di beberapa perang besar. Tapi yang bikin unik, dia tuh bukan sekadar prajurit biasa, dia jago strategi, berani, dan dihormati banget di kalangan Quraisy. Tapi ternyata, dalam hati kecilnya, dia mulai ngerasa kayak ada yang gak beres tiap kali balik dari perang lawan Rasulullah. Ada satu momen penting ketika saudaranya, Walid bin Walid, ngirimin surat yang bikin hati Khalid goyah dan akhirnya mutusin buat masuk Islam.

Pas dia masuk Islam, Rasulullah sambut dia dengan tangan terbuka, bahkan ngasih gelar “Saifullah al-Maslul” alias Pedang Allah yang Terhunus. Sejak itu, Khalid bukan cuma sekadar ikut-ikutan perang, tapi dia jadi salah satu panglima paling legendaris. Salah satu yang paling epic tuh waktu Perang Mu’tah, pas tiga komandan sebelumnya gugur, Khalid maju dan sukses nyelametin pasukan Muslimin dari kehancuran. Terus di Perang Yarmuk, pasukan yang dia pimpin—yang jumlahnya jauh lebih sedikit—bisa ngalahin tentara Bizantium yang super besar. Taktiknya tuh bener-bener di luar nalar, cepat, licin, dan penuh perhitungan.

Tapi yang keren dari Khalid bukan cuma soal keberaniannya. Ketika Khalifah Umar bin Khattab mencopot dia dari jabatan panglima, Khalid gak marah, gak protes, apalagi balas dendam. Dia ngerti banget bahwa perjuangan ini bukan buat dirinya, tapi buat Islam. Dan dia tetap ikut berjuang tanpa embel-embel jabatan atau pengakuan. Itu tuh bentuk keikhlasan yang jarang banget kita temuin.

Ironisnya, orang yang dijuluki “Pedang Allah” ini wafat bukan di medan perang. Dia meninggal di atas ranjang, di Homs, Suriah. Padahal, hampir seluruh tubuhnya penuh bekas luka pertempuran. Dia sampai bilang, “Aku mati di ranjang seperti unta tua, padahal aku ingin mati syahid.” Kalimat itu ngena banget, ya. Kadang kita pengen sesuatu banget, tapi takdir berkata lain. Tapi yang penting, dia udah maksimal berjuang di jalan yang dia yakini.

Kisah Khalid bin Walid ngajarin kita bahwa perubahan itu mungkin, bahkan dari yang dulunya lawan jadi pejuang. Bahwa kekuatan sejati bukan cuma dari fisik atau strategi, tapi dari hati yang ikhlas, setia, dan selalu mengutamakan kebenaran. Dan buat kita sekarang, kisah ini bisa jadi pengingat kalau gak ada kata terlambat buat berubah jadi lebih baik.

Kalau #kawanaksi, apa bagian dari kisah Khalid yang paling berkesan?