Di dalam sejarah Islam, terdapat sebuah kisah yang mengharukan dari masa Rasulullah SAW. Pada suatu Jumat di Masjid Nabawi, ada peristiwa yang membuat banyak orang terkejut dan terharu. Batang pohon kurma yang biasa digunakan Nabi Muhammad SAW sebagai tempat sandaran saat khutbah, tiba-tiba menangis.
Kisah tersebut diceritakan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa berkhutbah dengan bersandar pada sebuah batang pohon. Setelah dibuatkan mimbar, beliau pun berkhutbah dengan menggunakan mimbar. Maka tiba-tiba batang pohon itu merintih terus sehingga beliau turun untuk mengusapnya.” (HR Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)
Diceritakan dalam kitab Al-Wafa bi Ahwal Al-Musthafa karya Ibnul Jauzi yang diterjemahkan Mahfud Hidayat dan Abdul Mu’iz, kisah bermula ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah setelah hijrah dari Makkah. Hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun sebuah masjid yang kemudian dikenal dengan Masjid Nabawi.
Masjid tersebut dibangun di tempat berhentinya unta Rasulullah SAW. Menariknya, tanah berhentinya unta tersebut ternyata milik dua anak yatim bersaudara. Dengan penuh kebijaksanaan, Rasulullah SAW memutuskan untuk membeli tanah tersebut dari mereka.
Sebelum membangun masjid, Nabi Muhammad SAW memiliki kebiasaan berkhutbah dengan bersandar pada sebatang pohon kurma yang tumbuh di area tersebut. Pohon ini menjadi tempat favorit beliau untuk berdiri dan menyampaikan pesan-pesan penting kepada para pengikutnya.
Suatu hari, seorang wanita dari kaum Anshar mendekati Nabi Muhammad SAW dengan sebuah usulan. Ia memiliki seorang budak yang sangat terampil dalam pertukangan kayu. Wanita itu menawarkan jasa budaknya untuk membuatkan mimbar khusus bagi Nabi Muhammad SAW, agar beliau bisa berkhutbah dengan lebih nyaman.
“Wahai Rasulullah SAW, saya mempunyai sahaya. Ia pandai sekali dalam perkayuan. Apakah saya boleh menyuruh dia untuk membuatkan mimbar khutbah untukmu?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, silahkan.”
Tak lama kemudian, mimbar yang indah pun selesai dibuat. Pada Jumat berikutnya, Nabi Muhammad SAW naik mimbar baru itu untuk menyampaikan khutbahnya. Namun, terjadilah sesuatu yang menakjubkan. Batang pohon kurma yang biasa dijadikan sandaran oleh Nabi SAW tiba-tiba mulai mengeluarkan suara rintihan, seolah-olah ia sedang menangis seperti seorang bayi.
Suara tangisan ini begitu menyayat hati, hingga menarik perhatian semua orang di masjid. Nabi Muhammad SAW, yang menyadari apa yang terjadi, turun dari mimbar barunya. Beliau mendekati batang pohon itu dan dengan lembut mengusapnya, seperti seorang ayah yang menenangkan anaknya yang sedang bersedih. Setelah itu beliau berkata kepadanya,
“Sekarang kamu boleh memilih antara ditanam di tempatmu semula, dengannya kamu dapat tumbuh berkembang sebagaimana sebelumnya, atau ditanam di surga, dengannya kamu bisa meresap sungai-sungai dan mata air di sana, lalu kamu akan tumbuh dengan baik dan buah-buahanmu nanti akan dipetik oleh para kekasih Allah SWT. Apa pilihanmu akan aku lakukan.”
Setelah diusap dan ditenangkan oleh Nabi Muhammad SAW, batang pohon itu pun berhenti merintih.
Nabi Muhammad SAW kemudian menjelaskan kepada para pengikutnya bahwa pohon itu merasa sedih karena ditinggalkan. Pohon itu telah lama menjadi tempat Nabi Muhammad SAW bersandar dan kini merasa kehilangan ketika tidak lagi digunakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya batang pohon ini merasa sedih setelah ia ditinggalkan.” (HR. Ahmad dan As-Suyuthi)
Ketika Masjid Nabawi diperbaiki beberapa waktu kemudian, batang pohon tersebut disimpan di rumah Ubay bin Ka’ab. Namun, seiring berjalannya waktu, batang pohon itu rusak dan dimakan rayap.
“Tatkala Masjid Nabawi dihancurkan untuk direnovasi, Ubay bin Ka’ab mengambil batang pohon tersebut dan ia simpan di rumahnya sampai rusak dan remuk dimakan rayap.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Ketika itu, ia (ayah Buraidah) mendengar Rasulullah SAW bergumam, “Ya, sudah saya kabulkan.” Beliau mengatakan hal itu dua kali. Setelah itu ada seorang jemaah yang menanyakannya kepada beliau. Maka akhirnya beliau menjawab, “Batang pohon itu lebih memilih aku untuk menanamnya di surga.” (HR Ad-Darimi)
Kisah ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan beliau di hadapan Allah SWT dan betapa semua makhluk menghormati dan mencintai beliau.
Al-Hasan selalu menangis jika mengingat cerita ini. Ia berkata, “Wahai hamba-hamba Allah SWT, sebuah kayu saja merintih pada Rasulullah SAW karena merindukannya. Ini menunjukkan ketinggian derajat beliau di hadapan Allah SWT. Kalian seharusnya lebih berhak untuk rindu ingin ketemu dengannya.”