Pasangan yang belum halal dan melakukan perbuatan zina yang akhirnya lahir seorang anak dari hasil zina. Secara biologis, anak tersebut masih memiliki hubungan darah dengan ayahnya, namun secara nasab tidak.
Sehingga, anak itu tidak memiliki keterikatan apapun dengan ayah kandungnya. Ia juga tidak memiliki hubungan wali nikah dan nufaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya itu.
Mengutip buku Hukum Kewarisan Islam di Indonesia karya Dr. Mardani (2017), anak hasil zina hanya memiliki hubungan nasab dan perwalian dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sehingga, sang ayah tidak berkewajiban untuk memberikan nafkah dan warisan kepada anaknya.
Hukum Islam telah membahas status anak hasil zina dengan sangat detail. Seperti apa? Untuk mengetahuinya, simaklah penjelasan dalam artikel berikut.
Status Anak Hasil Zina dalam Hukum Islam
Status anak hasil zina sebenarnya telah dijelaskan secara gamblang dalam Fatwa MUI. Hal ini berkaitan erat dengan hak perlindungan anak, hak keperdataan, dan hak hidupnya sebagai keturunan biologis.
Berdasarkan Fatwa MUI yang dibuat pada 10 Maret 2012, setidaknya ada enam poin ketentuan hukum yang dikeluarkan. Beberapa poin tersebut di antaranya:
- Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah (nafkah) dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.
- Anak hasil zina hanya mempunyai hubungan nasab, waris, dan nafaqah dengan ibunya dan keluarga ibunya.
- Anak hasil zina tidak menanggung dosa perzinahan yang dilakukan oleh orang yang mengakibatkan kelahirannya.
- Pezina dikenakan hukuman had (jenis hukuman yang bentuk dan kadarnya sudah diatur dalam Alquran), untuk kepentingan menjaga keturunan yang sah (hifzh al-nasl).
- Pemerintah berwenang menjatuhkan hukuman tazir (hukuman yang diberikan oleh pihak yang berwenang) terhadap lelaki pezina. Beberapa hal yang diwajibkan yaitu: Mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut; Memberikan harta setelah ia meninggal melalui wasiat wajibah.
- Hukuman sebagaimana dimaksud poin ke-5 bertujuan untuk melindungi anak, bukan mensahkan hubungan nasab antara anak tersebut dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.
Salah satu wujud nyatanya yaitu dengan mewajibkan lelaki yang mengakibatkan kelahiran sang anak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketentuan ini berlaku meskipun anak dari hasil yang tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, dan waris dengan lelaki tersebut.