Overthinking atau berpikir berlebihan, terutama menjelang waktu tidur, adalah masalah yang sering dialami oleh banyak orang. Overthinking kerap kali membuat seseorang menjadi stres dan tidak menikmati hidupnya. Overthinking adalah sebutan psikolog untuk seorang yang terlalu banyak pikiran. Memang ada banyak permasalahan dalam hidup yang membuat kita semakin memikirkan banyak hal dan merasa ingin sesegara mungkin untuk menyelesaikannya.
Overthinking dapat menjadikan seseorang murung bahkan kesepian karena dikelilingi dengan pikiran-pikiran negatif yang diciptakannya sendiri. Alhasil, banyaknya pikiran ketika hendak tidur menyebabkan diri sulit untuk terlelap, bahkan tidak bisa tidur hingga keesokan harinya. Tentu hal ini akan merusak kesehatan tubuh, tidak terkecuali kalbu kita.
Ada banyak solusi yang ditawarkan oleh para psikolog untuk mengatasi overthinking, namun tidak ada salahnya kita mencoba ‘rutinan’ Imam al-Ghazali berikut yang dilakukannya sebelum tidur.
Mengatasi Overthinking Sebelum Tidur Menurut Imam Al-Ghazali
Mengutip dari laman NU Online, Imam al-Ghazali menulis sebuah refleksi yang patut kita lakukan sebelum tidur. Selain untuk memperkuat kesadaran kehambaan kita kepada Allah, refleksi ini juga dapat menghilangkan beban pikiran yang membuat kita overthinking.
Sebelum tidur, Imam al-Ghazali menyarankan untuk bersuci terlebih dahulu, kemudian bertobat sembari berkomitmen kuat (azam) untuk tidak mengulanginya di esok hari, juga berazam untuk berbuat baik kepada orang-orang jika masih diizinkan hidup di esok hari. Kemudian merenung, bahwa kita di dalam kubur hanya sendiri, tiada yang menemani kecuali amal dan usaha kita.
Tidak lupa untuk meniatkan supaya dapat bangun di sepertiga malam untuk melaksanakan qiyamul lail. Terkait ibadah di sepertiga malam, Imam al-Ghazali berkata:
فركعتان في جوف الليل كنز من كنوز البر، فاستكثر من كنوزك ليوم فقرك، فلن تغني عنك كنوز الدنيا إذا مت
Artinya: “Dua rakaat di penghujung malam adalah harta perbendaharaan kebaikan, maka perbanyaklah harta perbendaharaanmu (shalat malam) untuk hari fakirmu, sebab harta perbendaharaan dunia tidak akan mencukupimu apabila kamu mati” (Imam al-Ghazali, Bidâyah al-Hidâyah, Jeddah: Darul Minhaj, 2004, hal. 126).